Pacarku (Saja) Bukan Milikku, Apalagi Mantanku …

Uh ooh…

Sejak lama saya memendam keinginan untuk bisa memahami konsep kepemilikan dalam suatu hubungan. Teman dekat datang dan pergi, tapi saya tak kunjung bisa memahami. Curhatan teman, artikel percintaan dan bacaan-bacaan tentang membina hubungan, dibaca dan kemudian terlupa, … namun tak kunjung mendapat pencerahan yang sesuai.

Apakah pacaran berarti memiliki full access untuk membatasi aktivitas sang pacar?

Analogi konyol muncul dalam benak saya. Mungkin ada baiknya punya pacar (baca: teman dekat beda kelamin) seperti memelihara ayam pada peternakan rakyat saja. Alias peternakan unggas sektor 4, memelihara banyak ayam di pekarangan. Membiarkannya jalan-jalan cari makan sendiri. Toh kalo pelet (pakan ayam) yang diberikan pemilik lebih enak dia akan memilih tidak jauh-jauh dari pekarangan pemilik. Ketika sore hari tiba, ayam akan pulang dengan sendirinya. Ayam mana yaaa yang mau masuk kandang sendiri atau milih masuk kandang peternak ayam lain?

Yaa saya tau ini analogi yang really silly and stupid, made by an idiotic and psycho girl like me. Saya tidak (baca: belum. I’m not that dumb, actually) bisa memikirkan kemungkinan yang lebih baik dari itu. Anyone can help??

14 thoughts on “Pacarku (Saja) Bukan Milikku, Apalagi Mantanku …

  1. Hi…

    tadi mo ngomong apa yach, hehehe… saya kadang dihadapkan pada situasi ini… dimana saya merasa psangan saya sebetulnya punya saya bukan sich???…

    Tapi saya lalu berfikir begini.. “pusing2 amat yach gue mikirin doi… mending juga bisa gue pasangin remot yang bisa gue kontrol dari rumah, supaya pas waktunya pulang, bisa langsung pulang… tapi ini khan nggak mungkin!”…

    So, the best way for me is let it go… and trust him that he know the way back home… karena cinta akan menemukan jalannya sendiri… untuk pulang…

    ke rumah….

    Salam hangat,
    -silly- (gak pake tante yach, hakhakahakahak… gue dah mo muntah dengan sebutan itu soalnya, hikhikhikhikhik… )

  2. Aha! jika tidak ada undang-undang/aturan dalam satu hal, mestinya kita menggunakan ETIKA.

    Ketika, ayam itu tidak punya etika, ya sudah POTONG saja!

  3. huahuhauha… bused dianalogiin ayam..
    bused degh si anan..
    hmm emang bener tu kata si gege…
    idup tu kudu ada etika…
    ya tapi mah mungkin gak maen potong aja kali ya..
    qt kasi kesempatan dulu sekali..
    kita observasi..
    ya klo emng dah “buntu” ya baru ditindak lanjuti..
    entah kudu ada “pembaruan” ato yang afkir dibuang ajah *ketawa*
    hayah *sy teh jd talking no meaning gn*
    biar single, asal bahagia…!! *huuuf*

  4. hahahahhaa..
    kok sayah suka gambaran itu..
    **ngakak**

    membiarkan ayam manapun berkeliaran. kalo suka silahken mampir, ndak cocok silahken kandang laen.

    lha ituh kata gage, kalo ayamnya ndak punya etika, dan kita terganggu, tangkep tu ayam, dan potong aja..

    huihihi..

  5. ha.ha..
    ayam?
    lucu juga.

    hanya satu yang bisa dirubah dengan baik dan pasti..
    ..diri sendiri.

    terlalu berfikir kenapa “dia” begini? “dia” begitu? (baca: si ayam begini.. si ayam begitu..).
    mungkin lebih baik rubah sudut pandang “diri sendiri” (baca: si peternak ayam).

    imho.

    peace..

  6. wew, baru ngerti setelah baca postingan ini. Sebelumnya mampir di postingan setelah ini, ga ngerti apa2…

    menurut saya, kamu lah ayam itu ^^

  7. pacar itu IMO yaaa cuma status..orangnya sendiri ya bukan punya kitaa.. ya ampun gue berani2nya ya komentar soal pacar segala ha3.. sutralah nan..apa pentingnya sieh ikatan itu..toh it wouldnt last long 😛

  8. Kata temen dlu, pacaran itu proses kolonisasi ide/perasaan pada satu titik di mana kuku jauh dari ramalan garis tangan. then blablablaaa, dan diakhiri statemen “menikahi orang yang kita cintai itu bonus. mencintai orang yang kita nikahi itu wajib”…

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top
%d bloggers like this: