Geisha, Antara Takdir Dan Pilihan Hidup

Memoar of A Geisha

Data Buku
Judul : Memoirs of A Geisha (Memoar Seorang Geisha)
Pengarang : Arthur Golden
Halaman : 496 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Sayuri dalam memoarnya mengajak kita untuk menyelami kisah hidupnya yang (menurutnya) seperti air. Sayuri mengajak kita berpikir mengenai menerima takdir dan menjalani pilihan hidup. Sayuri juga mengajak kita untuk memaknai nilai sebuah perjuangan dan pentingnya memiliki kompas dalam hidup.

Novel Memoar Seorang Geisha menceritakan kisah hidup seorang geisha bernama Sayuri. Kisah dimulai dengan menceritakan masa kecil Sayuri (yang ketika itu bernama Chiyo) di perkampungan nelayan miskin Yoroido. Kondisi keluarganya yang miskin memaksa orangtua Sayuri untuk menjualnya dan kakaknya ke Gion, distrik pusat hiburan malam. Malam kedatangan Sayuri ke Gion mengawali cerita perjuangan Sayuri mengatasi kesulitan hidupnya dan mewujudkan cita-citanya menjadi seorang geisha.

Cerita dalam buku ini dibuka dengan tulisan berjudul ‘Catatan Penerjemah’. Tulisan ini merupakan trik yang sama dengan yang digunakan oleh Dan Brown pada Da Vinci Code-nya, menyajikan tulisan yang mengesankan fiksi tersebut adalah fakta. Mau tak mau, pada awalnya saya sempat percaya bahwa cerita tersebut diangkat dari kisah nyata. Tak dapat dipungkiri bahwa saya sangsi penulis mampu menggambarkan dunia geisha yang sangat unik mengingat penulis adalah orang Amerika, laki-laki dan hidup di jaman sekarang pula.

Riset mengenai sejarah Jepang yang dilakukan penulis menyajikan fakta-fakta menarik mengenai dunia geisha. Mungkin sebelumnya tidak banyak orang memerhatikan bahwa bentuk sanggul rambut dan gaya kimono yang digunakan geisha berbeda dengan wanita Jepang pada umumnya (non-geisha). Dalam buku ini, penulis menjelaskan perbedaan-perbedaan tersebut.

Pada awalnya, tujuan saya membaca buku ini adalah mengharapkan pembenaran mengenai anggapan bahwa geisha tidak berbeda dengan pelacur. Namun, penulis melalui tokoh Sayuri mengemukakan beberapa bantahan mengenai anggapan tersebut. Penulis lebih suka memadankan geisha dengan fenomena istri simpanan pada budaya lain. Toh, penulis juga tidak menutupi adanya tradisi mizuage yang menjadi penanda “matangnya” seorang geisha magang.

Seperti banyak novel-novel laris lainnya, novel ini juga diangkat ke layar lebar. Namun, sebagai seorang pecinta buku, terus terang saya kecewa dengan filmnya. Banyak perubahan di banyak hal, yang membuat saya lebih suka dengan gambaran yang dibentuk oleh imajinasi pribadi, bukannya visualisasi oleh film. (nonadita)


12 thoughts on “Geisha, Antara Takdir Dan Pilihan Hidup

  1. Buku bagus, gw juga udah baca, yupz awalnya sih kayak beneran ternyata rekaan, tapi sangat menyenangkan. Film nya menurut gw sih bagus aja, sinematografinya keren, Harry Potter pun susah untuk dikejawantahkan ke film, apalagi geisha, tapi maknanya ok punya.
    Berimajinasilah karena itu lebih indah dari visualisasi. baca buku Kite Runner juga deh sebelum kecewa klo diangkat ke layar bioskop.

    salam kenal,
    prast agb37

  2. @ prast

    Hai Mas Prast! iya, memang sulit untuk mewujudkan imajinasi sekian juta pembaca buku yang berbeda ke dalam satu film yang bisa memuaskan semuanya. Saya hanya menyayangkan sebegitu banyak detail dari novel yang dihilangkan di filmnya, padahal detail2 tersebut lumayan penting. Ah, Kite Runner ya, sudah masuk daftar tapi belum dibaca 😉

  3. Memang, menurut saya Geisha di Jepang tidak identik dengan pelacur di sini. Pekerjaan mereka lebih merupakan wanita “penghibur”, dalam arti hanya menemani “minum” para petinggi kekaisaran Jepang–seperti saya jumpai dalam buku Musashi karangan Eiji Yoshikawa.

  4. hai,, ada yang tau tokoh2 di novel memoar of geisha ga..??? sbnrnya sih klo baca bisa tau,, tapi URGENT ney,,, mepet bagt,,,, tolong ya,,,,

    thanks b4,,,

  5. secara teori sastra, buku ini kuat dalam penokohan,characters. Dari segi pengaluran, novel ini sebagaimana cerita film holliwood, selalu menyajikan surprise di akhir, yang jelas kurang bisa dimainkan oleh penulis ayat-ayat cinta, yang alurnya tidak memberikan surprise. Geisha tak lebih seperti ronggeng (baca ronggeng dukuh paruk, ahmad tohari), cuma lebih “modernizing”.

  6. salah satu novel kegemaran saya itu Geisha, di novel ini komplite, tentang opsesi dan cinta seorang bocah kecil pada seorang laki-laki yang ingin di jadikanya tujuan hidupnya, sebenarnya saya lebih dulu nonton filmnya ketimbang baca novelnya 🙂 namun setelah dibaca, jujur sayapun kecewa dengan filmnya 🙁 hiks,

    Setiap novel yang di angkat ke dalam film, kebanyakan hasilnya kurang memuaskan, kesamaanya sekitar 20% saja, yang tak berubah kadang hanya tempat itupun seadanya, nama-nama tokoh dan itupun banyak di kurangi dan di tambahkan… 🙂 ah, tetap hal-hal yang hidup di imajinasi kita lebih mengasikna ketimbang divisualisasikan:P

  7. Gambaran yg lebih riil tentang geisha mungkin bisa dibaca di “Geisha of Gion. Memoir of Mineko Iwasaki” by Mineko Iwasaki. Di buku ini dijelaskan tentang perilaku geisha yang terikat dengan kode etik geisha. Mineko Iwasaki (salah satu narasumber arthur golden) menyatakan kekecewaannya pd athur golden karena ada bagian yg mengaburkan fakta. Yaitu adanya penggabungan antara geisha (entertainer) dan tayu (pelacur).

Leave a Reply to prast Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top
%d bloggers like this: