Ini cerita mengenai salah satu CTC Mahnettik yang diperuntukkan buruh migran dan keluarganya. Tidak seperti CTC lain pada umumnya yang dikelola oleh LSM lokal, CTC ini diselenggarakan oleh para perempuan eks-TKI. CTC yang bertempat di Purwokerto ini berada di bawah Paguyuban Seruni.
Lokasinya agak jauh dari pusat kota Purwokerto. Seperti sebagian besar CTC Mahnettik lainnya, CTC ini berlokasi dekat dengan tempat tinggal sasaran pelatihan yaitu buruh migran dan keluarganya. Pada rumah bercat hijau berhias spanduk ceria itulah pelatihan komputer dan internet murah diadakan. 😀
Awalnya adalah cerita pilu ketika bekerja sebagai buruh migran di luar negeri. Dipulangkan ke Indonesia tanpa dokumen dan pemotongan gaji yang kelewat besar menjadi pengalaman buruk para pendirinya yang mereka tak ingin bila sampai dialami oleh rekannya sesama buruh migran. 🙄 Bekal kursus komputer yang didapat sepulang dari Hongkong menjadi pemicu tambahan dari Lili dan Narsidah untuk berbagi ilmu soal teknologi komputer.
Di sana saya berkenalan dengan beberapa peserta pelatihan yang semuanya adalah perempuan, hanya Ode -mahasiswa Unsoed yang membantu mengajar- satu-satunya lelaki yang saya temui di sana. Ada calon buruh migran, mantan buruh migran dan ada juga anggota keluarga buruh migran. Mereka bisa belajar paket pelatihan Microsoft Word, Microsoft Excel dan internet sampai bisa dengan biaya hanya Rp.25.000,- /orang sampai bisa. 😉 Hardware serta software yang digunakan oleh CTC ini tersedia atas bantuan dari Microsoft Indonesia dan Tifa Foundation.
Tapi sebenarnya CTC Paguyuban Seruni tidak hanya berkutat pada pelatihan komputer saja. Misi utamanya adalah membantu meningkatkan kapasitas calon buruh migran sehingga siap bekerja. Karena itu, tak heran di sana tersedia berbagai macam brosur dan gambar panduan prosedur melamar kerja sebagai buruh migran, serta informasi soal hak dan kondisi kerjanya.
Apakah pendidikan komputer dan internet yang diberikan sudah cukup tepat guna? Lili yang menjadi pengelola di sana bercerita bahwa suatu kali terjadi sebuah kasus yang menimpa rekannya di luar negeri. Dia membantu dalam penyelesaian kasus tersebut dengan mengirim data diri rekannya melalui email. Mudah dan cepat sehingga kasusnya tidak mengendap sampai berkarat.
Pengetahuan dan keterampilan yang diberikan mestinya tidak semata untuk memenuhi kebutuhan hidup di luar negeri saja. “Banyak TKI yang mau bekerja di luar karena pingin punya handphone“, kata seorang petugas Disnaker Banyumas. Maka keterampilan mengelola keuangan perlu dikuasai sehingga uang hasil bekerja di luar negeri tidak menguap begitu saja sekembalinya ke sini. Ke depannya, Seruni memang akan mengelola koperasi simpan pinjam untuk melatih anggotanya mengelola keuangan dan berorganisasi.
Lalu, apakah setelah belajar komputer mereka masih tertarik untuk bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga? Seorang gadis di sana menyatakan masih tertarik mengikuti jejak kakaknya. Jelas bahwa besarnya pendapatan yang dijanjikan u menjadi penarik utama bagi mereka. Walau demikian, ingat ada kisah seorang eks-TKI yang kini membuka usaha katering di daerahnya. Usahanya berawal dari ketelatenannya mengumpulkan dan mencoba resep masakan di internet.
Dari sana saya mendapat cerita buruh migran yang berbeda dari yang biasa saya baca. Bahwa pengalaman menjadi buruh migran bisa juga menyisakan cerita bahagia, seperti Supriyati (44 tahun) yang menjadi buruh migran selama 17 tahun. Suka duka bekerja di tiga negara (Malaysia, Singapura & Taiwan) telah dilakoninya. Mulai dari kabur ketakutan menghindari razia hingga mendapat majikan yang dianggapnya bagai saudara. Saya tanya, masih mau ke sana lagi? “Mau saja, tapi sekarang tak bisa karena suami saya menjadi lurah”, jawabnya. 😀
Banyak warna di sana menyumbang pada lukisan buruh migran Indonesia. CTC menjadi salah satu solusi yang tersedia untuk peningkatan kapasitas buruh migran yang jumlahnya sekitar 2.000/tahun di Indonesia itu. Mulai dari hulu sampai hilir, pembenahan harus terus bergulir. Semua pihak yang terlibat harus ikut bergabung di sini, dan bukannya saling menunjuk hidung. 🙂
Foto-foto kunjungan ke CTC di Purwokerto dapat dilihat di Album Microsoft Bloggership di Facebook.
38 thoughts on “CTC Seruni, dari & untuk Buruh Migran”
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
terima kasih Dita..oh ya mereka pasti senang sekali bahwa fotonya masuk internet..he3..
dan yang lebih membuat mereka gembira lagi, karna cerita tentang mereka tersampaikan ke masyarakat luas..existensi mereka terlihat..inilah mereka..
terima kasih Dita..oh iya..mereka senang sekali bahwa fotonya muncul di internet..
dan mereka tambah bergembira lagi karena cerita tentang mereka dan pesan2 yang harus disampaikan bisa di lihat oleh masyarakat luas..
mungkin di benak nixo: tak ada s, d pun jadi
*kabur*
sepertinya jumlah pengajar harus ditambah agar tidak terjadi ketimpangan.
nice blog and nice post
kunjungan pertama nih….:P
salam kenal 😀
ah, dita… perjalananmu pastinya membuka banyak ruang untuk hati, yaaaa 🙂 banyak cerita yang dibagi, dan tiba-tiba saya sadar bahwa banyak hal tentang hidup yang nggak saya ketahui…
Mbak Dita…
Sungguh aku speechless… hehehe…
pengalaman merupakan guru yg baik
nonadita sungguh cantik di foto itu…
Thanks sharingnya Dit, sedih juga nggak jadi kkunjungan kesana dengan kalian. Senang sekali melihat foto2 Narsidah & Lili 🙂 serta cerita kegiatan di CTC Seruni! Sukses terus ya 🙂
eh ada nico (dance)
Wah..menarik skali dit..
dengan adanya teknologi, jadi memudahkan mereka ya 😀
nicowijaya hadeeeeeeeeeeer…(dance juga)
eh ada odee… masih inget saya gag?:D
ditaa.. denger ceritanya aja ikut seneng. terus berbagi ya.. 🙂
bagus mbak postingannya, sering2 update ni blog yah mbak…
haduh.., jadi TKI karena pengen henpon…
Eks TKI emang tambah hebring…
moga bisa terus berbenah ‘n makin baik ya.. 😉
wah…wah…wah…
otak tumpul gue sepertinya sedikit demi sedikit telah terkelupas nih….
terus dah…ngasih informasi yang bermanfaat…
huahuahuahua…
cuma 25 ribu sampai bisa? mantap.
senangnya mendengar hal itu
pakai baju merah jambu, bercelana krim?
wah.. seru banget yah jalan2nya..
terus bagi2 cerita nya yah non..
gimana klo dita ngajar aja disana.. pasti lebih seru.. :))
mba, aku tertarik banget sama ‘TKI education’. CTC Seruni ini ada dimana aja mba? Thank’s for share.
Terimakasih banyak, kepada nona Dhita yang telah mengumumkan kegiatan seruni pada teman-teman di luar sana. kami sangat senang ternyata responnya cukup baik. kami jadi tambah semangat untuk belajar.
kini mimpi menjadi nyata, mengenal IT layaknya orang kaya atau orang sekolahan.
Bagi kami para buruh migran IT sesuatu yang istimewa dan mahal, jaman dulu kami juga berpikiran yang mengenal IT hanyah orang yang bersekolahan tinggi dan berduit. berkat bantuan Microsoft dan yayasan Tifa kami sekarang buruh migran dan keluarganya jadi melek IT.
terimakasih banyak untuk microsoft dan yayasan tifa.
Bener banged Non, budaya yang tidak saling menunjuk hidung gini yang udah “langka” 😛
mirip training center ya,,:)
“Saya tanya, masih mau ke sana lagi? ‘Mau saja, tapi sekarang tak bisa karena suami saya menjadi lurah,’ jawabnya.
Wah parah juga ya … istri lurah jadi TKW.
Terima kasih Nona Dita……… kami sangat senang karena kegiatan dan gambar kami sudah mejeng di internet. Semoga semua yang kami lakukan dapat bermanfaat bagi teman-teman BMI dan masyarakat luas. Amin………!
TETAP SEMANGAT!!!
wah.. mulia skali niatnya
kasian para imigran kt..
saatnya berbagi dgn mereka
Salut……!!!!! Pgn jg iku klo ada ksmpatan hehehe…
satu kata buat anda…!!!kereeeeennnn……
kaka kegiatannya kayak gini. berguna. asik juga 😀