Bukan Bank, Hanya Terhutang

Koin koin

Secara (jieehh “secara” :p) hukum yang saya tahu, berhutang adalah hal yang dibolehkan. Memfasilitasi orang untuk berhutang, dengan demikian pun tidak dilarang, karena bisa menolong orang. Bila kemudian memberikan pinjaman bisa memudahkan urusan orang, mestinya hati kita jadi ikut senang ‘kan?

Tapi bagaimana bila urusan hutang-piutang mulai terasa mengganggu?

Baiklah, saya cerita di sini saja. Seperti saya dan juga sebagian besar dari anda, sahabat saya adalah perempuan yang lembut hatinya. Suka menolong dan benci melolong. Rajin bekerja tapi mikir-mikir kalau mau belanja. Gemar menabung agar duitnya segunung. Si Mawar, sebut saja begitu (gaya koran banget), sering jadi sasaran hutangan.

Awalnya nggak masalah, ada uang cadangan sehingga tak apa bila memberikan hutangan. Sebulan, dua bulan, … dua puluh tiga bulan, utang tak kunjung dibayarkan. Tak cuma terjadi pada satu orang, teman lain seperti ketularan. Sampai Mawar kewalahan, harus menolak atau memberi pinjaman?

Padahal, Mawar memberi pinjaman bukannya tanpa alasan. Dia menganggap orang yang berhutang, pastilah sedang kesusahan. Nggak punya cash atau barang yang dijual, maka hutang jadi pilihan. Minjam ke orang ya jadi jalan terakhir, itu pasti. Lah, dia kalo minjem gitu ngerasa gengsi..

Tapi tak bisa dipungkiri, rasa heran terkadang menyelimuti. Melihat gaya hidup mewah para penghutang, atau gadget mewah yang ada dalam genggamannya… terkadang bikin BT juga. Bila mampu membeli HP jutaan, masa nggak punya uang buat mengembalikan pinjaman? Bila bisa royal membeli baju, masa nggak ada cash ratusan ribu? Bila ditanya, jawaban masih sama: maaf, belum ada dana.

Belajar dari pengalamannya, saya menyumbang saran. Satu, tanya baik-baik tujuan orang yang mau berhutang. Kita juga mesti bisa menimbang-nimbang, apakah memang dia dalam kesusahan. Dua, minta tenggat waktu dan jaminan. Tentu supaya peminjam berdisiplin dan bisa lebih menghargai janji. Tiga, buatlah daftar mana teman-teman yang bisa dipercaya dan yang tidak. Empat, bila perlu buatlah surat perjanjian. Kaku? Iya sih, berasa jadi lembaga keuangan. Tapi setidaknya, ini lebih aman di masa depan. Ada pegangan untuk kedua pihak, fair enough.

Bagaimana bila ingin menolak permintaan pinjaman? Sarankan saja ke Pegadaian. Sumpah, ini bukan iklan.

Apa anda punya pengalaman serupa? Kasih masukan dong, siapa tahu berguna juga untuk yang baca blog ini juga.

Tulisan ini dimuat juga di situs Ngerumpi.

41 thoughts on “Bukan Bank, Hanya Terhutang

  1. liat2 orangnya sih. ada beberapa yg perlu dibantu karena memang kepepet, ada beberapa malah dikasih donasi karena memang darurat. semoga banyak pahala 🙂

  2. i’ve been there 😀 sekarang cuma mau minjemin ke temen yang udah bener2 deket (sahabat) aja, dan bukan pinjaman untuk hal2 konsumtif. (minjemin utk dana pendidikan, usaha, sakit, gt2 aja).

  3. wooow rhyme ny gaya pantun .. keren .. 😀

    “.. ada uang cadangan sehingga tak apa bila memberikan hutangan. Sebulan, dua bulan, … dua puluh tiga bulan, utang tak kunjung dibayarkan. Tak cuma terjadi pada satu orang, teman lain seperti ketularan. Sampai Mawar kewalahan, harus menolak atau memberi pinjaman ..”

    yup pernah kasih pinjaman, pake surat perjanjian .. teman sih teman gitu liat lembaran ada materai ny, kaget dia .. alhamdulillah dana kembali bertahap sampai lunas .. amiiin 😀

  4. wah jadi ingat jaman mahasiswa dulu, sering ngutang dan mengutangi. Tapi cuma sama sahabat dekat saja bisa begitu, saling menolong kalo uang bulanan habis. Untungnya punya sahabat pengertian, jadi kami menganggap hutang adalah tabungan…cieeehh.

    Untuk masalah ini memang harus tegas, kita hanya memberi hutang kepada orang yang terpecaya saja dan keperluannya jelas. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pernah kejadian teman saya meminjamkan uang kepada temannya dalam jumlah yang cukup besar, ternyata dikemudian hari diketahui bahwa uang hutangan tersebut dipakai untuk dana aborsi..Nah Lho…jd ikutan dosa donk..

  5. iya, saya dulu juga punya pengalaman ngutangin dengan jumlah cukup besar (dalam ukuran saya). meski dia saya anggap tepercaya, ternyata uang tak kunjung dikembalikan. mau nagih terus, rasanya agak risih. ditambah lagi, kami tidak secara fisik berada dalam satu lingkungan, sehingga tidak bertemu secara rutin. akhirnya, saya dan ibu saya mendatangi rumah orangtuanya dan menceritakan peristiwa ini. barulah utang itu dilunasi oleh bapaknya.
    sayangnya setelah itu kami tidak berteman lagi meski saya berusaha (berusaha sedikiiit).
    🙂

  6. @ Anggi: pengalaman ke pegadaian ya? :mrgreen:
    @ fahmi: yg darurat keadaannya memang lebih baik disumbang aja. Tp kadang kita nggak mau mana orang yg darurat mana yg nggak e
    @ miftahgeek: nah itu yg kadang bikin kesel. Msh ada utang tapi gaya hidupnya berlebihan
    @ fany: aku kan deket sama kamu fan, meja kantornya sebelahan… jadi boleh dong? 😀
    @ atrix: ihihihi emang udah biasa nulis begini.. Ho oh pake surat perjanjian itu memang lebih mengikat secara hukum. Peminjam jg jadi lebih berdisiplin
    @ indah: salam kenal juga ya!
    @ intan rawit: aduwh itu sih parah amat. pasti nyesel yah ngasi duit pinjeman malah dipake buat hal begituan 😥
    @ nadya: sampe mengajak mamamu jadi debt collector?! :mrgreen:
    @ mawi wijna: eh masa sih? Kadang2 hutang nggak terhindarkan lho
    @ technosurvivor: bagus itu. Mendisiplinkan diri sendiri

  7. saya juga sering ngalamin hal ini. Mungkin karena aku type orang yang males nagih. Klo nagih2 kesannya meminta paksa (atau..kadang ada yg nyebut pelit), padahal qt juga butuh (daripada ditagih di akhirat..hehehehehe). Pernah suatu kali tetangga meminjam beberapa puluh ribu untuk modal usaha dagangnya. Dy berjanji akan mengembalikan esokannya. Tp ke-esokannya, janji yg sudah terucap tidak terlaksana. Y sudah, kami pun sepakat, setiap saya membeli dagangannya, saya tidak akan bayar dengan waktu yang ditentukan. Mungkin tidak diganti secara langsung dengan uang. Tapi lumayan membantu saya meminimalisir pengeluaran makan. 🙂
    Btw…masukannya bagus tuh.
    Makasih y non

  8. Yup, saya pernah dihutangin sama orang yang notabene hape, laptop dan mobilnya jauh di atas saya. Dan tidak pernah dikembalikan pula. Dulu sih saya selalu enggan menagih utang orang-orang lain pada saya dengan alasan gak enak dengan pertemanan kami.

    Namun lantas kemudian kawan saya yang lebih mengerti agama memberi nasehat pada saya. Katanya kalau orang berutang itu wajib membayar, maka yang memberikan utang itu wajib menagih. Sebab kita dianggap turut bertanggung jawab jika di hari perhitungan nanti dia masih punya utang, sementara kita tidak menagihnya. Kita dianggap turut membiarkannya lalai dalam utangnya, karena tidak mengingatkan dengan menagih.

  9. duh, bingung kasih sarannya… saya sendiri bermasalah dengan beberapa penghutang yang ngga nyadar kalo masih ngutang ke saya meskipun sudah saya tagih-tagih. 😥

  10. bener banget tuh. kadang malesin banget kalo minjemin uang ke orang dan susah ditagih. bertahun2. pengalaman pribadi juga sih. apalagi nominalnya lumayan besar. jadi, mengaca dari pengalaman tersebut saya sih jadi semakin hati-hati kalau ada yang mau ngutang ke saya. sekarang prinsip saya: jangan mau mengutang dan dihutangi.

  11. ada tuh…yg ngutang, tapi waktu ditagih alesannya LUPA…udah gitu, bayarnya pake dipotong2 segala, ga langsung dilunasin! padahal daku udah bilang LAGI BUTUH UANG…huh!

  12. susah juga ya mbak dita kalo sudah berhubungan dengan hutang piutang. terkdangan gara2 masalah ini sahabat bisa menjadi musuh. jadi mending jangan bermain-main dengan hutang piutang…

  13. Kalo menurut kode etik pegadaian.. meminjam boleh saja.. asal ada barang berharga yang bisa ditahan ..
    kalo barangnya pas-pasan n kurang bernilai… ya ditolak aj…
    hehee…..
    kayaknya seh.. cukup kejam. tapi demi keamanan ya boleh-boleh saja
    apalagi… memimjamkan kepada orang yang kurang dikenal..
    wajib ditolaak

  14. lebih baik tidak meminjamkan, tapi ikhlaskan saja untuk memberi sesuai kemampuan kita, tentunya selektif siapa saja yang benar2 perlu mendapat bantuan. jadi gak ada ganjalan di hati, gak ada kewajiban untuk menagih, dan mudah2an dikembalikan berlipat ganda sama yang di atas. 🙂

  15. untuk urusan yang satu ini, memang sangat sensitif. darus hati-hati banget

    saiah beberapa kali mengalami kejadian yang gak mengenakkan masalah utang mengutang.
    Ada temen kerja yang pinjem duit. padahal penghasilan kurang lebih sama. alasannya, ibu mertua dia sakit. dan itu berulang beberapa kali. alasannya aneh aneh. pas dia ngutang agak banyakan, eh kabur. di tagih, malah ngeles ini ngeles itu. yang akhirnya dia bilang “gw gak mau bayar”. prettt!!! asli, itu orang sakit jiwa. habis itu, mikir mikir deh kalo ngutangin.

    intinya, harus benar2 ngeliat, apakah bisa di percaya atau gak. dan memastikan, kebutuhannya buat ngutang apaan,

    ya begitulah…..

  16. wahh tulisan nonadita yg ini berkaitan erat sama hidup & dunia saya….
    Sebagai calon analis kredit yg akan jadi terhutang, aspek2 yg nonadita sebutkan tadi itu sudah lengkap sekali… 5 C: character, capacity, capital, condition of economic and collateral. SMART!

  17. Hmm, jadi inget sama someone yang ‘cuma’ ngutang 20 ribu dan janji “besok” tapi sudah seminggu lebih kaya gak ada kejadian apa-apa. Ketemu malah buang muka, pura-pura gak lihat. Huhuhu, dicatet deh dalam daftar black list. 😀

  18. Kalo saya sih biasanya dia gak hutang banyak-banyak….
    Tapi jadinya keseringan
    Lebih baik maen tega-tegaan aja
    Kalo emang keberatan, langsung bilang
    Selain pegadaian, coba disarankan cari uang dengan ‘usaha’ selain minjem sana-sini
    Karena bisa jadi, kebaikan hati kita yang justru membuat teman kita itu ‘rajin’ berhutang

  19. kalo aku jadi yang ngutang,

    harusnya nyadar dikit laah. .

    kalo kadi yang ngutangin mendina sadis2 dikit. .

    ngutangin baik2 boleh. .tapi kao lama2 gitu terus ya bangkrut dahh. . 🙁

  20. Kasih pinjam pada kawan dekat saja. Lebih baik lagi kalau jumlahnya adalah sebesar yang Anda bisa relakan untuk dia. Jadi kalaupun ia tidak membayar. Anggaplah sebagai biaya pertemanan Anda, dan rasa terima kasih padanya untuk menjadi kawan Anda selama ini.

    Jika bisa, Jikalau ia tak dapat membayar, konversikan menjadi pekerjaan yang bisa ia lakukan, namun kita tak membayar penuh untuk dia, sebagian nya adalah untuk melunasi pinjaman dia.

  21. bener tuh non emang harus ada aturan yang jelas…tapi harus tetap pada jalurnya lho, soalnya orang2 yang sekarang jadi rentenir, dulunya bisa juga kayak gitu..bikin aturan & selanjutnya mencari celah untuk memanfaatkan aturan itu, seperti adanya jaminan, dalam hal ini jaminan boleh2 aja, tapi kalo kesananya jaminannya menjadi uang yang bisa bertambah (bunga) kan lain ceritanya…

  22. ugh.. saya juga punya teman dengan kebiasaan yang sama. meninggalkan hutang di mana-mana 🙁 gak tahan setelah lebih 1 tahun, akhirnya kuposting deh di blog.

    apakah ini orang yang sama atau nggak ya? *garuk2* 😀

  23. sepakat kata fahmi.. lihat orangnya. ada yang perlu dipinjami karena mampu mengembalikan, ada yang perlu dikasih donasi karena memang tidak mampu mengembalikan..

  24. Emang sih yang bikin susah itu, karena yang minjem orang dekat(kenalan). Ga dikasih, dibilang pelit… dikasih… pura2 lupa 😀

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top
%d bloggers like this: