
Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan jadi moderator di Obrolan Langsat dengan topik yang menarik: tentang konservasi air. Rasanya kebetulan banget karena belum lama berselang sebelumnya, saya ngobrol dengan beberapa teman di Twitter seputar sanitasi, pemanfaatan air oleh korporasi dan pengelolaan air tanah di kota-kota besar. Jadi topik Obrolan Langsat kali itu PAS!
Ini kesempatan yang baik untuk belajar soal air langsung dari ahlinya. Ternyata pertanyaan-pertanyaan di benak saya saat itu, sebagian besar sama dengan pertanyaan yang ada di benak para pengunjung. Bagaimana kondisi persediaan air di dunia saat ini? Benarkan bahwa air bersih semakin langka? Apa yang bisa dilakukan masing-masing individu, rumah tangga dan institusi untuk menjaga kelestarian air bersih?
Obrolan dibuka dengan penyajian fakta-fakta seputar air oleh narasumber kali itu Dr. Heru Hendrayana dari Universitas Gadjah Mada. Katanya, dari seluruh air yang ada di muka bumi, air tawar hanya sejumlah 4 persennya. Dari 4 persen tersebut, sekitar ΒΎ-nya dalam bentuk beku atau tidak bisa dimanfaatkan. Sehingga air tawar yang bisa dimanfaatkan hanyalah 1 persen dari air yang tersedia di muka bumi. Maka pengertian sederhana ketahanan air adalah mempertahankan air selama mungkin di darat, karena kalau sudah sampai ke laut menjadi waste.
Kelak, air yang kini menjadi barang ekonomis akan menjadi barang strategis. Hal ini akibat menipisnya air bersih yang tersedia akibat berbagai aktivitas manusia. Konon di Berau (Kalimantan), sejumlah penduduk memanfaatkan air hujan karena air tanahnya asam, demikian cerita Basuki (LSM Kehati).

Jakarta adalah kota yang kondisi air tanahnya sudah parah. Saya jadi teringat beberapa tahun lalu ketika ngekost di Sunter, air keran terasa asam. Nggak enak deh. Di Obsat ini, Dr. Heru menyebutkan bahwa di Monas, air laut sudah meresap sampai 60 meter. Jadi kalau ngebor sumur di Monas sampai kedalaman 60 m, airnya sudah asin. Di Jakarta, penurunan air tanahnya kini 12 cm pertahun, akibatnya banyak genangan setelah hujan.
Saya terkejut mendengar bahwa ternyata pengkonsumsi air tanah terbesar itu bukan industri, tapi malah di pemukiman. Di situlah yang paling besar. Belum banyak peraturan dan rumah tangga yang sudah benar-benar menerapkan konservasi air dalam kehidupan sehari-hari. Untuk institusi dan perusahaan/korporasi, idealnya mereka sudah melakukannya karena terikat pada peraturan/SOP pengelolaan lingkungan. Tapi untuk skala rumahtangga? Mungkin ada guideline, tapi adakah peraturan yang benar-benar mengikat?
Beberapa tips yang bisa dilakukan:
- Kalau kita tidak melakukan sesuatu, maka dalam 25 tahun, air bersih akan semakin sulit dan semakin mahal
- Jangan biasakan tutup permukaan tanah dgn plesteran semen atau aspal. Resapan air hujan jadi terbatas. Contoh rumah dengan yang environment friendly dan banyak resapan adalah rumah Dik Doank.
- Bila lahan diaspal atau dibeton, maka air tidak masuk ke tanah. Ini yang bikin air lari ke laut dan kita kekurangan air bersih
- Minimalisir penggunaan cairan pembersih toilet/kloset, bisa menghambat proses pembusukan di septic tank
- Bikin sumur resapan. Atau untuk lahan sempit, coba praktekkan teknik sederhana misalnya biopori
- Contoh filter mini buatan sendiri, hal ini mencegah turunnya air buangan dari garasi ke jalan & membantu menahan air hujan. Foto dari @nandaisme
Selesai Obsat, jelaslah bahwa di beberapa tempat kelangkaan air bersih sudah terjadi. Kita juga jadi tahu, apa saja hal-hal yang menyebabkan air tercemar sampai bencana banjir. Akhirnya, memang usaha konservasi air harus dimulai dari diri kita masing-masing sebagai individu. Ingatlah bahwa kondisi air lebih kritis daripada energi, karena nggak ada βair alternatifβ. Jadi, apa yang kita sudah lakukan untuk konservasi air di lingkungan sekitar?
Tulisan terkait:
- Obsat – Pentingnya Konservasi Air
- Obsat – Mari Memperlambat Kelangkaan Air
- SalingSilang – Obsat Membahas Tentang Air
25 thoughts on “#Obsat: Tentang Konservasi Air”
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Ah iya.. Obsat konservasi air.. Aku waktu itu juga jadi audiens, dan kepikiran nulis ttg ini juga.. Tips2nya oke tuh kakak.. π
waw di berau udah sampe separah itu ya.. air bersih aja ambil dari air hujan, jadi pas musim kemarau mereka terpaksa make air yang rasanya asam itu dong?
temenku yg dari lampung juga pernah cerita klo dia dulu lebih sering beli air galon di rumahnya…karena air tanah di tempat dia tinggal tidak bisa minum …
saya jg mulai merasakan betapa pentingnya menjaga kelangkaan air sejak jauh dari rumah… karena setelah tinggal ngekos, rupanya air tanah hasil rebusan di tempat ngekos saya beda dengan air tanah hasil rebusan di kampung halaman…
di kampung dulu biasa ngerebus air sendiri utk kemudian diminum ….dan tidak pernah sekalipun beli air galon ….
tapi sekarang minumnya dari air galon mulu…
point ke dua, di lingkungan dimana saya tinggal saat ini orang orang sedang suka mem-plester beton pekarangannya agar tidak becek. saya tahu ini tidak baik bagi kelangsungan lingkungan. saya sendiri tidak bisa mengingatkan orang tua saya yang memperkeras halaman dengan semen :((
andai saja semua sadar ya mbak.. π
@ titiw: iya kan kamu yg kasih kue ulang tahun buat si Fakhri si brondong imyut
@ sibair: menurut Pak Basuki dari LSM Kehati sih demikian. Iya, ngenes ya kalau terpaksa minum air yang rasanya asam
@ yuz: sekarang saya terbiasa minum air galon. Bahkan minum air ledeng yang dimasak pake panci terasanya udah nggak enak. Kira-kira karena kandungan airnya atau alat masaknya ya (panci)?
@ jarwadi: iya, depan rumah saya malah full aspal. Jadi lebih bersih sih kalau musim hujan. Masalah utamanya sebenarnya selokan yang kurang lancar, suka mampet gitu
@ tukang colong: untuk yang belum sadar, kita contohkan dengan perbuatan kecil2 dulu π
baca persentase air tawar yang hanya 1% itu saya jujur saja penasaran, bagaimana teknik penghitungannya, tapi untuk peresapan air laut, kira2 saya bisa ngerti. faktanya jelas sekali, jakarta aspal semua.
kalau mengingat kondisi sekarang, dimana tuntutan rumah terus meningkat dan banyak pengembang bahkan pengembang pribadi berlomba-lomba membangun rumah, maka mungkin bagus juga kalau hal ini disampaikan ke pemda terkait agar bisa menyarankan pengembang untuk memberikan perhatian pada masalah konservasi tanah ini. Misalkan saja, menyarankan agar jalan didalam perumahan tidak diaspal tapi cukup pakai paving block. Supaya air hujan bisa meresap dan tidak semuanya lari ke sungai.
Perumahan saya udah begitu π
Mungkin masih banyak orang yg merasa tidak berlebihan dalam menggunakan air, makanya mereka belum konsern dengan hal seperti ini. Yg saya tau, klo orang2 dulu kan kalo mau mandi atau mencuci ya pergi ke sungai atau ke pancuran dengan debet air yg melimpah ruah, makanya walopun ketika sudah ditemukan air sumur, mereka akan tetap menggunakan air seperti saat mereka di sungai ato pancuran, yg berarti menggunakan air dalam jumlah yg banyak. Buktinya nene saya, meskipun sudah ada bak penampung, beliau tetap mengisi ember2 sebagai cadangannya.
mampir nich kang boss
Thanks infonya nona dita, apalagi sekarang di bogor aja sudah kekeringan ya… oh ya tips untuk menanam pohon apakah bisa dijadikan alternatif π
Assalamualaikum…senang berkenalan dgn Anda,…dn sngt tertarik dg info ttg konservasi air kbtln sy di bid pengeboran air tanah,kpn diadakan lg semacam itu? undang aku yaaa….trims
salam kenal,
Jadi inget pernah juga 2 kali kampanye konservasi air di Semarang…miris liat sanitasinya ^^!
Mungkin masyarakat perlu diajak ke daratan NTT dulu ya, baru bisa menghargai air
thanx
Membayangkan suatu hari nanti kita mungkin bisa krisis air bersih, rasanya menakutkan.
Harus ada tindakan dari sekarang.
sekalian saya mau otokritik ke diri saya dan teman-teman seagama (islam). dalam keseharian kita sebagai orang yang harusnya tau aturan agama malah sering pemberosan air wudlu. pernah beberapa kali saya d mushola, saat perjalanan, make airnya saya kecilin, tapi ada orang lain yg liat negur “airnya habis ya mas ?” sambil langsung dia besarkan airnya “lho, banyak gitu loh..!”….boyos,boyos…gimana ini pak yai,pak ustad
iya …
sekarang ini air bersih sudah mulai sulit ….
makasih dah ngingetin ^_^
kesulitan air bersih di ibu kota saat ini saja mulai dirasakan masyarakat, seperti disebutkan, membuat sumur terlalu dalam air akan terasa asin, sebaliknya sumur terlalu dangkal air yang diperoleh sudah tercemar dengan air dari selokan dan pembuangan karena padatnya pemukiman dijakarta
izin simak π
Semoga acara yang seperti ini bisa sering-sering diadakan, kalau bisa tersebar diberbagai kota di Indonesia π
bagus nih acaranya, semoga lebih sering diadakan π
Semoga semakin banyak masyarakat yang sadar akan hal ini dan mengaplikasikan beberapa tips yang dijelaskan diatas