Saya menghabiskan sebuah sore yang penuh dengan gelak tawa dan percakapan yang menyenangkan di Ngopi Doeloe di kawasan ITB. Bergelas-gelas jus menemani obrolan kami pada hari itu. Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan bercakap-cakap dengan sekelompok anak muda *berasa tua* yang rame dan doyan bercanda itu.
Sekilas tidak berbeda dengan teman-teman sebayanya yang doyan ngopi-ngopi di waktu yang sama, tapi siapa sangka prestasi mereka telah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional, Imagine 2009 Cup di Kairo pada Juli lalu. Mereka adalah Dody Dharma, Samuel Simon dan Dominikus Damas Putranto (minus David Samuel yang sedang KKN).
Mulanya adalah sebuah tantangan dari Imagine Cup yang diselenggarakan oleh Microsoft Indonesia. Sejumlah brainstorming dan riset selama dua bulan yang melibatkan banyak sumber dari kalangan medis kemudian mencetuskan sebuah ide yang brilyan. Lahirlah sebuah kreasi yang dinamakan MOSES (Malaria Observation System & Endemic Surveillance) dari tim yang menamakan diri Big Bang ini. Kreasi yang membuat penanganan malaria bisa dilakukan dengan lebih cepat dan tepat.MOSES lantas memenangkan kompetisi Imagine Cup Indonesia 2009.
Rupanya malaria yang masih menjadi momok di banyak daerah di Indonesia inilah yang menggelitik syaraf kreatif mereka untuk menciptakan temuan berguna. Malaria -acap disebut sebagai penyakit orang susah- yang menempati peringkat teratas penyakit kawasan tropis dan endemik pada beberapa provinsi di Indonesia. Malaria, penyakit yang banyak ditemui pada kawasan rural di mana akses terhadap infrastruktur medis masih sulit.
Idenya sederhana saja, yaitu mempersingkat waktu identifikasi penyakit sehingga malaria bisa ditangani dengan tepat dalam waktu kurang dari 48 jam -waktu yang dibutuhkan malaria sebelum maut menjemput. Caranya gimana?
Dody pun memperlihatkan foto alat kreasi mereka yang digunakan sebagai alat identifikasi pada MOSES. Alat itu bernama PDAscope, sebuah “persilangan” PDA dan mikroskop. Alat ini dapat digunakan untuk memotret sampel darah pasien di daerah, kemudian gambar darah & informasi diri pasien tersebut dikirim ke dokter menggunakan jaringan 3G. Dokter kemudian bisa mengkonfirmasi apakah pasien tersebut benar terkena malaria lalu merumuskan penanganan yang tepat untuk dilakukan. Mudah dan cepat.
PDAscope dibuat sedemikian sehingga bisa digunakan oleh petugas medis di daerah, misalnya bidan di Puskesmas. Penggunaan alat ini bisa mengatasi masalah ketersediaan dokter terutama di daerah endemik malaria. Diagnosa sampel darah menggunakan PDAscope hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit, bandingkan dengan diagnosa konvensional yang membutuhkan sedikitnya 30 menit. Pengiriman informasi data diri pasien pun bisa dilakukan dalam hitungan menit, menggantikan pengiriman data menggunakan kendaraan yang bisa memakan waktu 4 hari.
Hal yang menarik adalah bahwa alat tersebut dapat digunakan untuk diagnosa penyakit lain yang sampelnya berupa darah. Misalnya, PDAscope bisa digunakan untuk mengetahui jumlah trombosit dalam sampel darah pasien untuk digunakan sebagai diagnosa awal penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Saya pun tercengang jadinya, menyaksikan pemanfaatan teknologi informasi untuk menyelamatkan nyawa manusia secara langsung. Ya, disebutkan bahwa malaria merupakan penyakit yang sederhana bila ditangani pada waktu kurang dari 48 jam. Namun ketersediaan sumberdaya manusia dan fasilitas medis pada remote area nyatanya menjadikan malaria sebagai momok yang mengancam penduduk Indonesia. Aplikasi MOSES yang diterapkan secara serius bisa mengatasi masalah ini nantinya.
Saya langsung membayangkan, bila saja penyakit lain bisa ditangani dengan cara yang sama cepatnya, maka akan banyak nyawa pasien yang bisa terselamatkan. Biaya pengobatan bisa ditekan dan jarak tak lagi menjadi hambatan berarti. Keren sekali! Tapi Dody serta merta menyadarkan saya bahwa PDAscope masih merupakan prototipe yang membutuhkan pengembangan lebih lanjut. Perangkatnya akan ditingkatkan supaya lebih presisi dan lebih reliable untuk kebutuhan di lapangan. Untuk produksi massal, tantangan selanjutnya adalah biaya mulai (start up cost) yang terbilang besar dan ketersediaan infrastruktur pendukung, misalnya sinyal 3G.
Langkah besar sudah dimulai di sini. Semoga mimpi kita sejalan dengan usaha para anak muda penuh inovasi ini. 😀
32 thoughts on “MOSES, Penantang Malaria dari Bandung”
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
weeewwwwhhhhhhh……..keren amat yak! tapi kalo buat pengadaan alat ini di daerah, mungkin masih agak susah yah….ketimbang buat beli nih alat, mungkin pihak puskesmas daerah masih lebih memilih cara ‘kuno’ 😀
klo dilihat, idenya sederhana yahh, tapi koq bisa y ketemu ide kayak gt. Manztap dah kawan2 ITB ini … g kayak saya yang cuma bisa ngeliat imagine cup dari sisi aplikasi komputer ajah, hee
Lagi2 masalah infrastruktur … pokoknya internet dah megang peranan penting sekarang. It’s goverment’s time, would they appreciate it without any corruption idea?
Hm…
Jadi targetnya di daerah terpencil yang sulit dijangkau, gak ada BTS, dan susah listrik. Semoga di sana ada sinyal 3G.
Amin!
=D
sudah ada kabar komersialisasi alat ini?
Salut, dalam keadaan NKRi yg msh kacaw gini msh bisa berprestasi..
wak! keren… eh tapi kira2 berapa tuh ya ongkos bikin pdascope, lensanya tidak nampak murah. (unsure)
Tinggal pihak2 yg berkompeten nih, bisa ga tanggap terhadap temuan ini, dan segera di kembangkan agar secepatnya bisa dimanfaatkan seluas2nya
salam
.
Wew, kreatip abezzz 😉
melihat pose foto mereka dan membaca namanya saja
MOSES terkesan seperti nama sebuah group BAND 😀
Memang sumber daya manusia Indonesia tidak kalah sama orang luar ya.
Cuman sayang, karya peneliti kita lebih sering tidak dihargai. Yang menipu justru lebih dihargai seperti skandal blue energy dulu.
masih blm paham nih.
trombosit kan dihitung dari hasil pemisahan komponen sel darah. Apa selama ini kita dibohongi sama laboratorium yang mengharuskan cek darah?
tapi dikirimnya mesti pake jaringan 3G dit? lah tau sendiri jaringan 3G di sini kayak apa 😐
Keren sekali alatnya.
Sayang tidak semua daerah ada jaringan 3G, paling banter gprs. Tidak apa2 lah gprs masih bisa meskipun rada lamaaan.
Salut buat MOSES inovasi yang pintar 🙂
Muda yg bekarya..generasi seperti ini lah yg akan membawa negeri ini dipandang oleh negara2 lain..sebuah karya yg penuh dgn ibadah..
Penemuan generasi muda perlu didukung oleh merka yang tua, dan institsusi yang menaunginya agar semangat inovasiterus bergulir – namun sudah siapkah kita bisa konsisten tanpa harus mengedepankan itung-itungan untung rugi dari pengembangan sebuah konsep temuan?
Semoga saja ya..
Perihal malaria, di Liberia pun masih tetapmenjadi momok besar bagi masyrakat dan kehadiran peacekeepers disini..
hmmmm
keren buanget ya
salut deh
🙂
wah, hebat bgt euy!!
ditunggu realisasinya, supaya malaria bisa diidentifikasi dengan cepat.
Hebat, kreatif banget dan sangat bermanfaat…. tapi sayang biasanya di daerah yang masih terjangkit malaria sinyal 3G ngak bisa didapat, mudah mudahan alat ini juga bisa kirim data dengan gprs, dengan resiko waktu yang dibutuhkan jadi lebih lama.
anak muda yang kreatif dan semangat, harus ditiru dan dicontoh.
go…go..go.. maju terus ciptakan inovasi baru dan jadi lah generasi muda penerus bangsa yang cerdas dan tangguh
salam
dj martha
jadi ikutan mikir..
“sejauh mana pemerintah bersaing dengan pihak swasta dalam menghargai prestasi anak bangsa?”
*jd pengen lihat langsung PDAScope
Salut buat inovasinya. Tinggal pekerjaan rumah buat pemerintah/swasta membangun infrastruktur lebih merata. Ngomong Malaria berarti perhatian ke Kalimantan dan Papua, dimana di sana internet dan 3G tidak sebaik di Jawa-Sumatera.
luar biyasa dan sungguh jempolan! (>_<)b
rasanya bangga juga ya, pemuda indonesia bisa menghasilkan temuan kreatif dan berguna dengan memanfaatkan teknologi ai ti… secara selama ini gadget ai ti cuman dijadiin sarana komunikasi dan media buat having fun dowang…
Luarr biasa.. kreativitas anak Indonesia sangat patut dibanggakan. Semoga karyanya bisa segera segera dinikmati masyarakat Indonesia..
Wahhh… bagus bgt…. Salut buat temen2…. Siippp bro, kembangkan terus…^__^
Titip Info bagi anda mohon kabarkan kepada pembaca.
Minyak Angin Aromatherapy Roll On Terdaftar : di balai POM tersedia dalam kemasan botol 10 ml Roll On. Mengandung menthol alami, dengan aroma khas. Bukan hal asing lagi mendengar nama tersebut yang merupakan sebuah obat paling banyak dipakai oleh kita semua terutama untuk grosir-sipfarma.com yang terbuat dari bahan-bahan yang meyehatkan, nah kini ada juga minyak angin jenis aromatherapy. Apa bedanya? tentu saja sesuai namanya yaitu dengan tambahan aroma yang khas yang mempunyai efek terapi. Tentunya kita sudah mengenal yang nama nya minyak angin, sebuah obat yang banyak di buat secara tradisional. Minyak Angin Aromatherapy adalah produk dari Grosir Sip Farma berkhasiat untuk masuk angin dan khas Aromatherapy.
Produk Lainnya ada juga dari C12 SafeCare, cara memesan produk-produk di C12SafeCare : 1. Pilih produk-produk yang anda inginkan 2. Order via SMS #NamaProduk#Jumlah#Nama# Minyak Angin Aromatherapy atau Minyak Angin Safe Care Aromatherapy adalah produk yang sedang menjadi andalan / booming dari grosir-sip farma. Minyak Angin Aromatherapy berfungsi Menjaga kesehatan tubuh agar tehindar dari penyakit dan selalu dalam kondisi prima sangatlah penting sekali apalagi disaat bulan desember hingga juni atau musim penghujan. Minyak Angin Aromatherapy Safe Care Mind & Spirit juga menjual produk-produk Minyak Angin Aromatherapy : Minyak Angin Aromatherapy Safe Care namanya.
Trims, Mohon sebarkan informasi ini kepada pembaca blog anda.
Kode promosi : 041 603 441 QD
kembangkan dan lanjutkaaaan. .
aromatherapy just makes my day very relaxing so i often use it once every other day’-‘
minyak angin bahasa inggrisnya apa ya?